Nama saya Yulianti Setiawan, pasien kanker nasofaring stadium 3 dari Indonesia.
Pada tahun 2015, saya menemukan bahwa saya mengalami gejala pembengkakan kelenjar getah bening di leher kanan, saat itu ukuran massa di leher sekitar 5 cm. Karena tubuh saya selalu sehat dan keluarga tidak memiliki riwayat kanker, saya dan keluarga tidak berpikir kalau itu pertanda kanker nasofaring.
Di sebuah rumah sakit di Bandung, saya menjalani pemeriksaan fisik, dan hasilnya menunjukkan tidak ada kelainan. Dokter melakukan pengangkatan massa leher kanan. Saya pikir semua gejala tidak nyaman akan hilang setelah operasi, ternyata tantangan baru saja dimulai.
Awal tahun 2017, saya menemukan bahwa di leher kiri saya juga mulai muncul massa kelenjar getah bening berukuran 2 cm, dan cenderung membesar. Pada bulan Maret 2018, karena saya selalu ragu tentang hasil pemeriksaan medis saya sebelumnya di Bandung, saya memutuskan pergi ke Singapura untuk mencari saran medis. Di RS Singapura, saya menjalani pemeriksaan FNAB pada kelenjar getah bening kiri dan tetap tidak ditemukan sel tumor yang abnormal. Tetapi yang mengkhawatirkan adalah, saat ini saya tidak hanya memiliki massa limfatik di leher kiri, tetapi juga mulai terjadi efusi di dalam hidung.
Hingga akhirnya pada 26 Juni 2018, saya didiagnosis kanker nasofaring oleh dokter THT di RS Siloam, Jakarta, Indonesia, bahkan sudah stadium 3.
Meskipun saya sudah memikirkan kemungkinan terburuk, namun ketika mengetahui hasil pemeriksaan medis terakhir dari dokter, saya tetap larut dalam kesedihan. Saya tahu bahwa kemoradioterapi bukanlah pilihan pengobatan terbaik untuk kanker, karena pasien harus menanggung efek samping seperti rasa sakit, rambut rontok, kelelahan dan penurunan kekebalan tubuh. Karena itu, ketika dokter meminta saya mempertimbangkan untuk menjalani kemoradioterapi sesegera mungkin, saya langsung menolak.
Untungnya, putra saya menemukan informasi tentang St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou melalui Google. Ketika saya mengetahui bahwa rumah sakit ini juga menyediakan pilihan perawatan Minimal Invasif selain radioterapi dan kemoterapi untuk pasien, saya dan keluarga segera berkonsultasi di kantor perwakilan RS di Jakarta.
Melalui foto dan video pasien, saya mengetahui bahwa ada banyak pasien kanker nasofaring yang kondisinya lebih parah daripada saya, mereka semua menerima perawatan Minimal Invasif. Bahkan beberapa pasien bertahan hidup lebih dari 8 tahun, saya seketika memiliki harapan.
Pada 28 Juli 2018, saya datang ke St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou bersama didampingi keluarga. Karena di kantor perwakilan ada banyak pasien yang pernah dirawat memperkenalkan saya pada teknologi Minimal Invasif, jadi meskipun saya belum memahaminya, tapi saya sangat percaya pada dokter dan teknologi perawatan Minimal Invasif di sini, tidak ada keraguan sedikit pun.
Tidak seperti di Indonesia dan Singapura, onkologis di sini adalah tim medis MDT profesional yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, mereka segera mengatur pemeriksaan fisik untuk saya. Setelah mengkonfirmasi kondisi saya lagi dan diskusi yang menghasilkan kesepakatan, mereka menetapkan metode Intervensi dan Imunoterapi untuk saya.
Seperti yang dikatakan pasien lain, perawatan Minimal Invasif berbeda dengan kemoradioterapi. Saya tidak merasakan reaksi tidak nyaman selama perawatan, waktunya hanya sekitar 30-45 menit per terapi. Dan dalam 24 jam setelah bedah Minimal Invasif, saya sudah bisa bangun dari tempat tidur dan berjalan, tidak mempengaruhi kehidupan normal saya. Yang membuat saya lebih takjub lagi adalah setelah Intervensi ketiga, kondisi fisik saya membaik secara signifikan, dan tumor leher secara bertahap mengecil. Hasil CT terbaru menunjukkan bahwa sel-sel tumor di kedua sisi leher saya telah menghilang. Saya cukup kembali ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin.
Ahli onkologi St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou mengemukakan bahwa gejala kanker nasofaring stadium awal tidak jelas dan mudah terabaikan, tetapi tingkat kelangsungan hidup pasien kanker nasofaring stadium awal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan stadium lanjut. Jika mengalami gejala berikut ini, harus waspada terhadap kanker nasofaring :
1. Benjolan : Gejala yang paling umum (80%) adalah benjolan di leher. Kelenjar getah bening di leher dapat membengkak karena invasi sel kanker.
2. Hidung : pendarahan, hidung tersumbat, sekresi lendir berlebihan, darah dalam air liur.
3. Telinga : kehilangan pendengaran, nyeri, tinnitus, mengeluarkan kotoran.
Nama saya Yulianti Setiawan, pasien kanker nasofaring stadium 3 dari Indonesia.
Pada tahun 2015, saya menemukan bahwa saya mengalami gejala pembengkakan kelenjar getah bening di leher kanan, saat itu ukuran massa di leher sekitar 5 cm. Karena tubuh saya selalu sehat dan keluarga tidak memiliki riwayat kanker, saya dan keluarga tidak berpikir kalau itu pertanda kanker nasofaring.
Di sebuah rumah sakit di Bandung, saya menjalani pemeriksaan fisik, dan hasilnya menunjukkan tidak ada kelainan. Dokter melakukan pengangkatan massa leher kanan. Saya pikir semua gejala tidak nyaman akan hilang setelah operasi, ternyata tantangan baru saja dimulai.
Awal tahun 2017, saya menemukan bahwa di leher kiri saya juga mulai muncul massa kelenjar getah bening berukuran 2 cm, dan cenderung membesar. Pada bulan Maret 2018, karena saya selalu ragu tentang hasil pemeriksaan medis saya sebelumnya di Bandung, saya memutuskan pergi ke Singapura untuk mencari saran medis. Di RS Singapura, saya menjalani pemeriksaan FNAB pada kelenjar getah bening kiri dan tetap tidak ditemukan sel tumor yang abnormal. Tetapi yang mengkhawatirkan adalah, saat ini saya tidak hanya memiliki massa limfatik di leher kiri, tetapi juga mulai terjadi efusi di dalam hidung.
Hingga akhirnya pada 26 Juni 2018, saya didiagnosis kanker nasofaring oleh dokter THT di RS Siloam, Jakarta, Indonesia, bahkan sudah stadium 3.
Meskipun saya sudah memikirkan kemungkinan terburuk, namun ketika mengetahui hasil pemeriksaan medis terakhir dari dokter, saya tetap larut dalam kesedihan. Saya tahu bahwa kemoradioterapi bukanlah pilihan pengobatan terbaik untuk kanker, karena pasien harus menanggung efek samping seperti rasa sakit, rambut rontok, kelelahan dan penurunan kekebalan tubuh. Karena itu, ketika dokter meminta saya mempertimbangkan untuk menjalani kemoradioterapi sesegera mungkin, saya langsung menolak.
Untungnya, putra saya menemukan informasi tentang St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou melalui Google. Ketika saya mengetahui bahwa rumah sakit ini juga menyediakan pilihan perawatan Minimal Invasif selain radioterapi dan kemoterapi untuk pasien, saya dan keluarga segera berkonsultasi di kantor perwakilan RS di Jakarta.
Melalui foto dan video pasien, saya mengetahui bahwa ada banyak pasien kanker nasofaring yang kondisinya lebih parah daripada saya, mereka semua menerima perawatan Minimal Invasif. Bahkan beberapa pasien bertahan hidup lebih dari 8 tahun, saya seketika memiliki harapan.
Pada 28 Juli 2018, saya datang ke St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou bersama didampingi keluarga. Karena di kantor perwakilan ada banyak pasien yang pernah dirawat memperkenalkan saya pada teknologi Minimal Invasif, jadi meskipun saya belum memahaminya, tapi saya sangat percaya pada dokter dan teknologi perawatan Minimal Invasif di sini, tidak ada keraguan sedikit pun.
Tidak seperti di Indonesia dan Singapura, onkologis di sini adalah tim medis MDT profesional yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, mereka segera mengatur pemeriksaan fisik untuk saya. Setelah mengkonfirmasi kondisi saya lagi dan diskusi yang menghasilkan kesepakatan, mereka menetapkan metode Intervensi dan Imunoterapi untuk saya.
Seperti yang dikatakan pasien lain, perawatan Minimal Invasif berbeda dengan kemoradioterapi. Saya tidak merasakan reaksi tidak nyaman selama perawatan, waktunya hanya sekitar 30-45 menit per terapi. Dan dalam 24 jam setelah bedah Minimal Invasif, saya sudah bisa bangun dari tempat tidur dan berjalan, tidak mempengaruhi kehidupan normal saya. Yang membuat saya lebih takjub lagi adalah setelah Intervensi ketiga, kondisi fisik saya membaik secara signifikan, dan tumor leher secara bertahap mengecil. Hasil CT terbaru menunjukkan bahwa sel-sel tumor di kedua sisi leher saya telah menghilang. Saya cukup kembali ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin.
Ahli onkologi St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou mengemukakan bahwa gejala kanker nasofaring stadium awal tidak jelas dan mudah terabaikan, tetapi tingkat kelangsungan hidup pasien kanker nasofaring stadium awal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan stadium lanjut. Jika mengalami gejala berikut ini, harus waspada terhadap kanker nasofaring :
1. Benjolan : Gejala yang paling umum (80%) adalah benjolan di leher. Kelenjar getah bening di leher dapat membengkak karena invasi sel kanker.
2. Hidung : pendarahan, hidung tersumbat, sekresi lendir berlebihan, darah dalam air liur.
3. Telinga : kehilangan pendengaran, nyeri, tinnitus, mengeluarkan kotoran.