Saya adalah ibu dari Ms. Beh, kami berasal dari Malaysia. Sebagai seorang ibu, saya dulu berpikir bahwa masa depan putri saya harus dipenuhi dengan kehangatan dan tawa. Namun, takdir seperti badai yang datang tiba-tiba, menyeret kami ke dalam kegelapan yang tak terbatas.
Ms. Beh dan ibunda
Pada usia 30 tahun, kanker ovarium kambuh setelah operasi,
menghadapi situasi putus asa karena pengangkatan semua ovarium
Pada awal Januari 2023, putri saya memberi tahu saya bahwa dia sering merasa kembung, dan ketidaknyamanan di perutnya membuatnya kesulitan tidur. Awalnya, saya pikir itu hanya masalah pencernaan biasa. Namun, setelah menjalani pemeriksaan medis, kami menerima kabar yang sangat menyedihkan—putri saya didiagnosis dengan kanker ovarium.
Saat itu, dunia saya seakan runtuh. Dia baru berusia 30 tahun, baru saja memasuki fase terbaik dalam hidupnya, bagaimana hal ini bisa terjadi padanya?
Ms. Beh
Dengan harapan bahwa penyakitnya masih berada di stadium awal dan dapat segera diobati, putri saya menjalani operasi di Malaysia, dimana ia menjalani pengangkatan tuba falopi dan ovarium kiri, serta menjalani 6 sesi kemoterapi sistemik hingga selesai pada Juni 2023. Operasi tersebut meninggalkan bekas luka sepanjang 10cm di perutnya seperti kelabang yang mengerikan. Setiap kali saya mengusap tubuhnya dengan hati-hati, saya menahan tangis. Muntah dan rambut rontok yang disebabkan oleh kemoterapi seperti jarum yang menusuk hati saya, membuat saya sangat khawatir sehingga tidak bisa tidur di malam hari.
Kami mengira setelah melewati penderitaan ini, kami akan bisa menyambut cahaya harapan, namun takdir dengan kejam menghancurkan harapan kami sekali lagi. Pada Juni 2024, dia mulai mengalami pendarahan saat buang air besar, dan hasil pemeriksaan kolonoskopi seperti petir di siang bolong—sel kanker kembali muncul, menyebar ke rektum, dan membentuk lesi sekitar 8cm dari anus. Bahkan ovarium kanannya pun tidak luput dari lesi kistik tersebut.
Dokter setempat memberitahukan saya bahwa satu-satunya pilihan yang ada adalah mengangkat semua ovarium. Seketika, ketakutan dan keterkejutan memenuhi pikiran saya. Mengapa putri saya yang baru berusia 30 tahun harus dirampas hak reproduksinya dengan kejam? Bagaimana jika operasi lagi pun tidak bisa menghentikan penyebaran kanker? Dalam kebingungannya, putri saya berkata, dia tidak ingin lagi merasakan penderitaan fisik dan mental, dia ingin menjalani dan menikmati kehidupan seutuhnya seperti wanita normal. Saat itu, saya membuat keputusan dalam hati, jika ada jalan ketiga, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya!
Menolak pengangkatan kedua,
Intervensi Minimal Invasif membawa harapan baru
Titik balik dari semua ini terjadi dalam sebuah acara offline tentang pengobatan kanker. Menantu saya mengetahui melalui Facebook bahwa Modern Cancer Hospital Guangzhou akan mengadakan seminar tentang pengobatan kanker di Butterworth, Malaysia. Setelah mencari informasi lebih lanjut melalui Google mengenai rumah sakit dan acara tersebut, menantu saya membawa hasil pemeriksaan putri saya dan pergi ke acara tersebut.
Di sana, Profesor Song Shijun berbagi tentang beberapa teknik pengobatan minimal invasif, termasuk pengobatan intervensi: berbeda dengan metode pengobatan konvensional, pengobatan ini tidak memerlukan pembedahan, memiliki efek samping yang lebih sedikit, rasa sakit yang lebih rendah, dan dapat secara akurat menargetkan kanker. Dalam sesi konsultasi, Profesor Song menyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, ada kemungkinan bahwa kondisi putri saya bisa diselamatkan dengan pengobatan minimal invasif untuk mempertahankan ovarium yang tersisa.
13 Juli 2024, rumah sakit kami mengadakan seminar pengobatan kanker di Butterworth
Setelah mendengar penjelasan itu, mata putri saya berbinar-binar dan dia mengatakan kepada saya dengan tegas bahwa ia ingin mencobanya. Meskipun kami merasa ragu dengan pengobatan lintas negara, namun demi anak saya, demi secercah harapan ini, saya tidak punya pilihan lain.
Maka, atas pengaturan staf Pusat Layanan Internasional Malaysia, pada 2 Agustus 2024, saya menemani putri saya ke Modern Cancer Hospital Guangzhou. Hasil pemeriksaan CT saat masuk rumah sakit lebih buruk dari sebelumnya. Di ovarium kanan terdapat beberapa massa kistik, yang terbesar sekitar 3,9x4,5cm. Massa tersebut juga telah menyerang rektum bagian atas sehingga menyebabkan penebalan dinding usus, bagian paling tebal mencapai 1,3cm. Sel kanker bahkan telah menyebar ke kelenjar getah bening di pelvis dan kedua paru-paru. Berdasarkan kondisi spesifik putri saya, tim MDT rumah sakit segera menyusun rencana pengobatan: pengobatan intervensi.
Dalam proses komunikasi pra-operasi mengenai rencana pengobatan, dokter yang merawat putri saya, dr. Hu Ying, menjelaskan kepada saya bahwa pengobatan intervensi berbeda dengan kemoterapi sistemik. Pengobatan ini melibatkan penyuntikan langsung obat antikanker ke dalam tumor dengan konsentrasi 2-92 kali lebih tinggi daripada kemoterapi sistemik. Dengan cara ini, obat dapat membunuh sel kanker dengan lebih efektif tanpa merusak jaringan normal di sekitarnya, dengan luka yang lebih kecil, efek samping yang lebih sedikit, dan juga dapat mengurangi risiko kekambuhan dan penyebaran kanker. Metode ini cocok untuk sebagian besar pasien tumor padat yang hasil pengobatannya tidak efektif dengan metode konvensional.
Intervensi
Berhasil menyelamatkan satu-satunya ovarium yang tersisa,
menyambut perubahan besar dalam hidup
Pada pengobatan intervensi pertama, karena kondisi fisiknya yang khusus, putri saya memiliki jumlah sel darah putih yang rendah sehingga dia membutuhkan dua suntikan G-CSF untuk meningkatkan jumlah sel darah putih. Biasanya, pasien hanya memerlukan satu suntikan untuk pemulihan. Sejak saat itu, setiap kali kami kembali untuk kontrol, petugas medis selalu menyiapkan obat-obatan pencegahan yang diperlukan untuk anak saya. Kejadian kecil seperti ini menunjukkan sikap yang serius dan bertanggung jawab dari tim medis yang selalu menangani setiap situasi dengan solusi yang tepat. Hal ini semakin meyakinkan saya bahwa kami berada di jalur yang benar.
Seiring dengan perkembangan pengobatan, gejala pendarahan saat buang air besar yang awalnya dialami putri saya perlahan hilang, dan kini sudah sepenuhnya membaik. Setelah pengobatan intervensi kedua, hasil evaluasi CT membuat saya terharu hingga meneteskan air mata—lesi besar di ovarium kanan dan massa di leher rahim telah menyusut secara signifikan dibandingkan saat pertama kali masuk rumah sakit. Beberapa lesi yang lebih kecil, serta kelenjar getah bening metastasis panggul bahkan telah menghilang!
Sebelum pengobatan saat awal masuk RS Agustus 2024 VS setelah intervensi kedua: penyusutan lesi tumor yang signifikan
Saya hampir tidak bisa memercayainya. Dalam pemahaman saya sebelumnya, operasi dan kemoradioterapi adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kanker, meskipun pasti akan mengalami efek samping yang parah, tetapi itu juga merupakan kesempatan. Sekarang, saya telah menyaksikan bagaimana pengobatan minimal invasif telah menyelamatkan tubuh dan kebahagiaan putri saya selama sisa hidupnya. Saya sangat terkagum-kagum dengan keajaiban teknologi minimal invasif ini, yang tidak hanya berhasil menyelamatkan ovarium putri saya yang tersisa, tetapi juga membebaskannya dari penderitaan yang biasanya disebabkan oleh pengobatan konvensional.
Ms. Beh dan ibunda berfoto dengan dr. Hu Ying (kedua dari kiri)
Terima kasih atas pendampingan dan perawatan,
menyambut masa depan dengan senyuman
Meskipun bayang-bayang kanker menyelimuti kami, sepanjang perjalanan ini, kami juga menerima banyak kehangatan yang tak terhitung jumlahnya.
Setiap kali kembali untuk kontrol, perawat di rumah sakit selalu memperhatikan setiap kebutuhan putri saya dengan sangat teliti. Bahkan di tengah malam, ketika dia mengalami demam setelah di infus, para perawat segera membawakan kipas angin dan mengingatkan dia untuk banyak minum air dan beristirahat.
Ms. Beh dan ibunda berfoto dengan para perawat
Putri saya sangat menyukai boneka bernama Labubu, dan setiap kali kami kembali ke RS untuk kontrol, dia selalu membawanya. Para perawat yang melihatnya akan mengelilingi dia, mengobrol tentang boneka itu, bercanda, dan membuatnya tertawa. Suasana di kamar rawat penuh dengan tawa dan keceriaan. Melihat anak saya tersenyum, saya pun ikut merasa bahagia. Meskipun saya tidak mengerti apa itu Labubu, tetapi boneka kecil ini dan tindakan kecil para perawat yang tampaknya sederhana, tanpa disadari telah menjadi kekuatan bagi anak saya untuk terus bertahan.
Para gadis membahas Labubu
Ms. Beh dan Labubu
Saat ini, putri saya berangsur-angsur membaik, dan kami saling menyayangi satu sama lain lebih dari sebelumnya. Di sini, anak saya ingin menyampaikan beberapa kata kepada lebih banyak teman penderita kanker: "Jika sudah didiagnosis, jangan takut, hadapilah dengan berani, pilihlah metode pengobatan yang sesuai untuk Anda. Ini bukan jalan yang tak ada harapan, kita bersama-sama dalam perjuangan ini."
Saya adalah ibu dari Ms. Beh, kami berasal dari Malaysia. Sebagai seorang ibu, saya dulu berpikir bahwa masa depan putri saya harus dipenuhi dengan kehangatan dan tawa. Namun, takdir seperti badai yang datang tiba-tiba, menyeret kami ke dalam kegelapan yang tak terbatas.
Ms. Beh dan ibunda
Pada usia 30 tahun, kanker ovarium kambuh setelah operasi,
menghadapi situasi putus asa karena pengangkatan semua ovarium
Pada awal Januari 2023, putri saya memberi tahu saya bahwa dia sering merasa kembung, dan ketidaknyamanan di perutnya membuatnya kesulitan tidur. Awalnya, saya pikir itu hanya masalah pencernaan biasa. Namun, setelah menjalani pemeriksaan medis, kami menerima kabar yang sangat menyedihkan—putri saya didiagnosis dengan kanker ovarium.
Saat itu, dunia saya seakan runtuh. Dia baru berusia 30 tahun, baru saja memasuki fase terbaik dalam hidupnya, bagaimana hal ini bisa terjadi padanya?
Ms. Beh
Dengan harapan bahwa penyakitnya masih berada di stadium awal dan dapat segera diobati, putri saya menjalani operasi di Malaysia, dimana ia menjalani pengangkatan tuba falopi dan ovarium kiri, serta menjalani 6 sesi kemoterapi sistemik hingga selesai pada Juni 2023. Operasi tersebut meninggalkan bekas luka sepanjang 10cm di perutnya seperti kelabang yang mengerikan. Setiap kali saya mengusap tubuhnya dengan hati-hati, saya menahan tangis. Muntah dan rambut rontok yang disebabkan oleh kemoterapi seperti jarum yang menusuk hati saya, membuat saya sangat khawatir sehingga tidak bisa tidur di malam hari.
Kami mengira setelah melewati penderitaan ini, kami akan bisa menyambut cahaya harapan, namun takdir dengan kejam menghancurkan harapan kami sekali lagi. Pada Juni 2024, dia mulai mengalami pendarahan saat buang air besar, dan hasil pemeriksaan kolonoskopi seperti petir di siang bolong—sel kanker kembali muncul, menyebar ke rektum, dan membentuk lesi sekitar 8cm dari anus. Bahkan ovarium kanannya pun tidak luput dari lesi kistik tersebut.
Dokter setempat memberitahukan saya bahwa satu-satunya pilihan yang ada adalah mengangkat semua ovarium. Seketika, ketakutan dan keterkejutan memenuhi pikiran saya. Mengapa putri saya yang baru berusia 30 tahun harus dirampas hak reproduksinya dengan kejam? Bagaimana jika operasi lagi pun tidak bisa menghentikan penyebaran kanker? Dalam kebingungannya, putri saya berkata, dia tidak ingin lagi merasakan penderitaan fisik dan mental, dia ingin menjalani dan menikmati kehidupan seutuhnya seperti wanita normal. Saat itu, saya membuat keputusan dalam hati, jika ada jalan ketiga, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya!
Menolak pengangkatan kedua,
Intervensi Minimal Invasif membawa harapan baru
Titik balik dari semua ini terjadi dalam sebuah acara offline tentang pengobatan kanker. Menantu saya mengetahui melalui Facebook bahwa Modern Cancer Hospital Guangzhou akan mengadakan seminar tentang pengobatan kanker di Butterworth, Malaysia. Setelah mencari informasi lebih lanjut melalui Google mengenai rumah sakit dan acara tersebut, menantu saya membawa hasil pemeriksaan putri saya dan pergi ke acara tersebut.
Di sana, Profesor Song Shijun berbagi tentang beberapa teknik pengobatan minimal invasif, termasuk pengobatan intervensi: berbeda dengan metode pengobatan konvensional, pengobatan ini tidak memerlukan pembedahan, memiliki efek samping yang lebih sedikit, rasa sakit yang lebih rendah, dan dapat secara akurat menargetkan kanker. Dalam sesi konsultasi, Profesor Song menyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, ada kemungkinan bahwa kondisi putri saya bisa diselamatkan dengan pengobatan minimal invasif untuk mempertahankan ovarium yang tersisa.
13 Juli 2024, rumah sakit kami mengadakan seminar pengobatan kanker di Butterworth
Setelah mendengar penjelasan itu, mata putri saya berbinar-binar dan dia mengatakan kepada saya dengan tegas bahwa ia ingin mencobanya. Meskipun kami merasa ragu dengan pengobatan lintas negara, namun demi anak saya, demi secercah harapan ini, saya tidak punya pilihan lain.
Maka, atas pengaturan staf Pusat Layanan Internasional Malaysia, pada 2 Agustus 2024, saya menemani putri saya ke Modern Cancer Hospital Guangzhou. Hasil pemeriksaan CT saat masuk rumah sakit lebih buruk dari sebelumnya. Di ovarium kanan terdapat beberapa massa kistik, yang terbesar sekitar 3,9x4,5cm. Massa tersebut juga telah menyerang rektum bagian atas sehingga menyebabkan penebalan dinding usus, bagian paling tebal mencapai 1,3cm. Sel kanker bahkan telah menyebar ke kelenjar getah bening di pelvis dan kedua paru-paru. Berdasarkan kondisi spesifik putri saya, tim MDT rumah sakit segera menyusun rencana pengobatan: pengobatan intervensi.
Dalam proses komunikasi pra-operasi mengenai rencana pengobatan, dokter yang merawat putri saya, dr. Hu Ying, menjelaskan kepada saya bahwa pengobatan intervensi berbeda dengan kemoterapi sistemik. Pengobatan ini melibatkan penyuntikan langsung obat antikanker ke dalam tumor dengan konsentrasi 2-92 kali lebih tinggi daripada kemoterapi sistemik. Dengan cara ini, obat dapat membunuh sel kanker dengan lebih efektif tanpa merusak jaringan normal di sekitarnya, dengan luka yang lebih kecil, efek samping yang lebih sedikit, dan juga dapat mengurangi risiko kekambuhan dan penyebaran kanker. Metode ini cocok untuk sebagian besar pasien tumor padat yang hasil pengobatannya tidak efektif dengan metode konvensional.
Intervensi
Berhasil menyelamatkan satu-satunya ovarium yang tersisa,
menyambut perubahan besar dalam hidup
Pada pengobatan intervensi pertama, karena kondisi fisiknya yang khusus, putri saya memiliki jumlah sel darah putih yang rendah sehingga dia membutuhkan dua suntikan G-CSF untuk meningkatkan jumlah sel darah putih. Biasanya, pasien hanya memerlukan satu suntikan untuk pemulihan. Sejak saat itu, setiap kali kami kembali untuk kontrol, petugas medis selalu menyiapkan obat-obatan pencegahan yang diperlukan untuk anak saya. Kejadian kecil seperti ini menunjukkan sikap yang serius dan bertanggung jawab dari tim medis yang selalu menangani setiap situasi dengan solusi yang tepat. Hal ini semakin meyakinkan saya bahwa kami berada di jalur yang benar.
Seiring dengan perkembangan pengobatan, gejala pendarahan saat buang air besar yang awalnya dialami putri saya perlahan hilang, dan kini sudah sepenuhnya membaik. Setelah pengobatan intervensi kedua, hasil evaluasi CT membuat saya terharu hingga meneteskan air mata—lesi besar di ovarium kanan dan massa di leher rahim telah menyusut secara signifikan dibandingkan saat pertama kali masuk rumah sakit. Beberapa lesi yang lebih kecil, serta kelenjar getah bening metastasis panggul bahkan telah menghilang!
Sebelum pengobatan saat awal masuk RS Agustus 2024 VS setelah intervensi kedua: penyusutan lesi tumor yang signifikan
Saya hampir tidak bisa memercayainya. Dalam pemahaman saya sebelumnya, operasi dan kemoradioterapi adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kanker, meskipun pasti akan mengalami efek samping yang parah, tetapi itu juga merupakan kesempatan. Sekarang, saya telah menyaksikan bagaimana pengobatan minimal invasif telah menyelamatkan tubuh dan kebahagiaan putri saya selama sisa hidupnya. Saya sangat terkagum-kagum dengan keajaiban teknologi minimal invasif ini, yang tidak hanya berhasil menyelamatkan ovarium putri saya yang tersisa, tetapi juga membebaskannya dari penderitaan yang biasanya disebabkan oleh pengobatan konvensional.
Ms. Beh dan ibunda berfoto dengan dr. Hu Ying (kedua dari kiri)
Terima kasih atas pendampingan dan perawatan,
menyambut masa depan dengan senyuman
Meskipun bayang-bayang kanker menyelimuti kami, sepanjang perjalanan ini, kami juga menerima banyak kehangatan yang tak terhitung jumlahnya.
Setiap kali kembali untuk kontrol, perawat di rumah sakit selalu memperhatikan setiap kebutuhan putri saya dengan sangat teliti. Bahkan di tengah malam, ketika dia mengalami demam setelah di infus, para perawat segera membawakan kipas angin dan mengingatkan dia untuk banyak minum air dan beristirahat.
Ms. Beh dan ibunda berfoto dengan para perawat
Putri saya sangat menyukai boneka bernama Labubu, dan setiap kali kami kembali ke RS untuk kontrol, dia selalu membawanya. Para perawat yang melihatnya akan mengelilingi dia, mengobrol tentang boneka itu, bercanda, dan membuatnya tertawa. Suasana di kamar rawat penuh dengan tawa dan keceriaan. Melihat anak saya tersenyum, saya pun ikut merasa bahagia. Meskipun saya tidak mengerti apa itu Labubu, tetapi boneka kecil ini dan tindakan kecil para perawat yang tampaknya sederhana, tanpa disadari telah menjadi kekuatan bagi anak saya untuk terus bertahan.
Para gadis membahas Labubu
Ms. Beh dan Labubu
Saat ini, putri saya berangsur-angsur membaik, dan kami saling menyayangi satu sama lain lebih dari sebelumnya. Di sini, anak saya ingin menyampaikan beberapa kata kepada lebih banyak teman penderita kanker: "Jika sudah didiagnosis, jangan takut, hadapilah dengan berani, pilihlah metode pengobatan yang sesuai untuk Anda. Ini bukan jalan yang tak ada harapan, kita bersama-sama dalam perjuangan ini."