Punchuan Chaemdi adalah seorang pasien kanker kolorektal stadium 4. Tetapi dengan mulai mengingat kondisi psikisnya saat itu, hati saya tidak bisa tidak bersemangat. Saya masih ingat pertama kali kami bertemu, ia tidak dapat berjalan, kondisi fisiknya sangat lemah, orang yang terkena penyakit pasti kondisinya sangat lemah. Tapi setelah menjalani pengobatan, ia tidak hanya bisa bergerak dengan bebas, tubuhnya juga semakin kuat, tanah seluas 4 hektar yang ia beli mulai ia tanami sayuran yang kemudian ia jual ke supermarket local.
Di negara tropis seperti Thailand, Bunchuan Chaemdi sama seperti orang Thailand lainnya, demi memberi makan keluarga, ia bekerja memotong karet, menjual beras, sayuran atau pekerjaan apapun yang bisa mendatangkan uang. Namun, pada tahun 2012, Bunchuan Chaemdi tiba-tiba jatuh sakit, ia terkena penyakit yang paling ditakuti semua orang, penyakit kanker – kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah kanker yang terletak pada persimpangan rektosigmoid, merupakan salah satu kanker ganas gastrointestinal yang paling umum. Seiring dengan perkembangan penyakitnya, pasien akan mengalami perubahan pada kebiasaan buang air, BAB berdarah, bernanah, sembelit, tenesmus, diare dan lain-lain.
Staff Medis dan Perawat dari St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou Merayakan Ulang Tahun Bunchuan Chaemdi Bersama-sama
Penyakit kanker membuat pria yang dulunya setangguh badai dan punya semangat yang gigih tiba-tiba menjadi tidak berdaya. Tumor sebesar 10cm ibarat bom waktu di tengah usus besarnya yang bisa meledaksewaktu-waktu. Bunchuan Chaemdi mengatakan bahwa saat itu ia merasa sangat kacau. Diare, sembelit, BAB yang tidak ada habisnya baik siang maupun malam hari, hal-hal ini membuatnya kesulitan untuk tidur, hal ini membuat berat badan saya turun drastis. Yang membuatnya lebih terkejut adalah ia memiliki “bom waktu” lebih dari satu. Pada livernya juga ditemukan tumor sebesar 3cm yang perlu dioperasi.
Sebelum menjalani operasi reseksi kanker kolorektal, Bunchuan Chaemdi terlebih dahulu menjalani kemoterapi untuk tumor di livernya, setelah tumor mengecil baru akan dilakukan operasi. Bunchuan Chaemdi menjalani 7 kali kemoterapi sebelum dan sesudah operasi. Kemoterapi pada dasarnya tidak bisa membersihkan semua sel-sel kanker, bahkan jika tidak dikombinasikan dengan obat tradisional China untuk meningkatkan kekebalan tubuh pasien, pada pasien yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah justru bisa menghasilkan sel-sel kanker yang baru.
Setahun kemudian, Bunchuan Chaemdi mengalami kekambuhan kanker. Pada lesi di liver sebelumnya muncul tumor sekitar 2cm. Berdasarkan metode pengobatan sebelumnya, ia pun kembali menjalani operasi. Tapi yang membuatnya putus asa adalah 8 bulan kemudian, muncul 3 lesi tumor pada livernya dan sudah menyebar ke tulang dan paru-paru, kakinya juga membengkak dan membuatnya tidak mampu bergerak. Dua bulan kemudian, setelah melakukan pemeriksaan diketahui bahwa paru-parunya penuh dengan lesi. Selain itu, obat kemoterapi juga sudah tidak mampu mengontrol penyakitnya. Kedua belah tangannya mulai mengelupas. Menghadapi rasa sakit berulang kali membuatnya merasa seperti ikan yang ada di padang gurun, yang mana sebentar lagi akan mati.
Demi keluarga dan anak-anaknya yang belum menikah, ia terus berjuang dan berharap ada keajaiban yang muncul di menit-menit terakhirnya. Bunchuan Chaemdi mengikuti saran temannya untuk mencoba pengobatan di Guangzhou. Saat pertama kali datang ke St.Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, kondisi fisiknya benar-benar lemah dan lemas, tubuhnya tidak stabil bahkan untuk berjalan pun ia membutuhkan bantuan. Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, ditemukan bahwa tumornya telah memasuki stadium 4, disertai dengan metastasis ke paru-paru, hati dan tulang. Kondisinya benar-benar parah. Pada 15 April 2016, berdasarkan kondisi Bunchuan Chaemdi, setelah saya dan tim ahli melakukan diskusi darurat untuk membahas kasusnya, kami menerapkan beberapa metode pengobatan komprehensif seperti Cryosurgery + Intervensi dan Terapi gen Bertarget.
Sebelum Pengobatan,Terlihat jelas Lesi Paru
Melalui Intervensi, obat anti-kanker secara tepat akan langsung bergerak menuju pusat tumor di paru-paru, sehingga dapat menghindari kerusakan pada organ lain. Selain itu dapat meningkatkan konsentrasi obat di pusat tumor, metode ini juga dapat memperkuat efektifitas pengobatan, ini adalah perbedaan antara Intevensi dengan kemoterapi sistemik. Kami juga menerapkan metode Cryosurgery pada pasien. Pertama-tama dengan bantuan alat pencitraan akan ditentukan lokasi dan posisi tumor pada pasien, selanjutnya jarum suntik khusus akan disuntikkan langsung ke pusat tumor untuk menyalurkan gas Argon dan Helium. Ketika gas Argon disalurkan, suhu jaringan tumor akan mencapai -120°C dan membentuk bola es, selanjutnya gas Helium akan disalurkan untuk meningkatkan suhu hingga 40°C. Gas Argon dan Helium akan disalurkan secara bergantian dan dengan perbedaan suhu secara tiba-tiba akan dapat menghancurkan jaringan tumor dan membunuh sel-sel kanker. Selain itu, kombinasi Terapi Gen Berterget dengan pengobatan gabungan Barat dan Timur dapat membunuh sel tumor serta meningkatkan sistem imunitas pasien.
Namun, dalam pengobatan kita pasti akan menemui masalah. Pada saat itu, suasana hati Bunchuan Chaemdi sangat down, ia mengalami depresi dan hampir kehilangan kepercayaan dirinya. Hal ini dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan efektifitas pengobatannya. Untuk itu kami mulai menjalani mekanisme psikoterapi dengan mengundang psikiater senior untuk memberikan konseling psikologi pada pasien. Menunggu kondisinya membaik, baru setelah itu kami melanjutkan pengobatannya.
Setelah Pengobatan, Lesi Paru Hampir Tidak Terlihat
Fakta telah membuktikan bahwa efek pengobatan sangat signifikan, kami segera melakukan CT scan dan menemukan bahwa lesi tumor di livernya benar-benar hilang. Dan di paru-paru hanya tersisa lesi residual, penyakitnya dapat dikendalikan dengan baik. Saat ini kondisi psikis Bunchuan Chaemdi juga menunjukkan adanya perubahan positif, beberapa waktu lalu ia juga sempat memasok sayuran hasil panennya ke supermarket. Ia tersenyum sambil mengatakan, “Prof. Peng, tidak pernah terpikir oleh saya sebelumnya dapat memiliki hari-hari seperti ini, dulu saya berpikir bahwa hidup saya benar-benar akan berakhir. Tapi sekarang saya hanya ingin bergegas pulang untuk melihat sayuran yang saya tanam.” Ia juga selalu menyarankan pasien lain, ketika sakit kita harus kooperatif dengan pengobatan medis, semua pasti ada sisi positifnya.
Punchuan Chaemdi adalah seorang pasien kanker kolorektal stadium 4. Tetapi dengan mulai mengingat kondisi psikisnya saat itu, hati saya tidak bisa tidak bersemangat. Saya masih ingat pertama kali kami bertemu, ia tidak dapat berjalan, kondisi fisiknya sangat lemah, orang yang terkena penyakit pasti kondisinya sangat lemah. Tapi setelah menjalani pengobatan, ia tidak hanya bisa bergerak dengan bebas, tubuhnya juga semakin kuat, tanah seluas 4 hektar yang ia beli mulai ia tanami sayuran yang kemudian ia jual ke supermarket local.
Di negara tropis seperti Thailand, Bunchuan Chaemdi sama seperti orang Thailand lainnya, demi memberi makan keluarga, ia bekerja memotong karet, menjual beras, sayuran atau pekerjaan apapun yang bisa mendatangkan uang. Namun, pada tahun 2012, Bunchuan Chaemdi tiba-tiba jatuh sakit, ia terkena penyakit yang paling ditakuti semua orang, penyakit kanker – kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah kanker yang terletak pada persimpangan rektosigmoid, merupakan salah satu kanker ganas gastrointestinal yang paling umum. Seiring dengan perkembangan penyakitnya, pasien akan mengalami perubahan pada kebiasaan buang air, BAB berdarah, bernanah, sembelit, tenesmus, diare dan lain-lain.
Staff Medis dan Perawat dari St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou Merayakan Ulang Tahun Bunchuan Chaemdi Bersama-sama
Penyakit kanker membuat pria yang dulunya setangguh badai dan punya semangat yang gigih tiba-tiba menjadi tidak berdaya. Tumor sebesar 10cm ibarat bom waktu di tengah usus besarnya yang bisa meledaksewaktu-waktu. Bunchuan Chaemdi mengatakan bahwa saat itu ia merasa sangat kacau. Diare, sembelit, BAB yang tidak ada habisnya baik siang maupun malam hari, hal-hal ini membuatnya kesulitan untuk tidur, hal ini membuat berat badan saya turun drastis. Yang membuatnya lebih terkejut adalah ia memiliki “bom waktu” lebih dari satu. Pada livernya juga ditemukan tumor sebesar 3cm yang perlu dioperasi.
Sebelum menjalani operasi reseksi kanker kolorektal, Bunchuan Chaemdi terlebih dahulu menjalani kemoterapi untuk tumor di livernya, setelah tumor mengecil baru akan dilakukan operasi. Bunchuan Chaemdi menjalani 7 kali kemoterapi sebelum dan sesudah operasi. Kemoterapi pada dasarnya tidak bisa membersihkan semua sel-sel kanker, bahkan jika tidak dikombinasikan dengan obat tradisional China untuk meningkatkan kekebalan tubuh pasien, pada pasien yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah justru bisa menghasilkan sel-sel kanker yang baru.
Setahun kemudian, Bunchuan Chaemdi mengalami kekambuhan kanker. Pada lesi di liver sebelumnya muncul tumor sekitar 2cm. Berdasarkan metode pengobatan sebelumnya, ia pun kembali menjalani operasi. Tapi yang membuatnya putus asa adalah 8 bulan kemudian, muncul 3 lesi tumor pada livernya dan sudah menyebar ke tulang dan paru-paru, kakinya juga membengkak dan membuatnya tidak mampu bergerak. Dua bulan kemudian, setelah melakukan pemeriksaan diketahui bahwa paru-parunya penuh dengan lesi. Selain itu, obat kemoterapi juga sudah tidak mampu mengontrol penyakitnya. Kedua belah tangannya mulai mengelupas. Menghadapi rasa sakit berulang kali membuatnya merasa seperti ikan yang ada di padang gurun, yang mana sebentar lagi akan mati.
Demi keluarga dan anak-anaknya yang belum menikah, ia terus berjuang dan berharap ada keajaiban yang muncul di menit-menit terakhirnya. Bunchuan Chaemdi mengikuti saran temannya untuk mencoba pengobatan di Guangzhou. Saat pertama kali datang ke St.Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, kondisi fisiknya benar-benar lemah dan lemas, tubuhnya tidak stabil bahkan untuk berjalan pun ia membutuhkan bantuan. Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, ditemukan bahwa tumornya telah memasuki stadium 4, disertai dengan metastasis ke paru-paru, hati dan tulang. Kondisinya benar-benar parah. Pada 15 April 2016, berdasarkan kondisi Bunchuan Chaemdi, setelah saya dan tim ahli melakukan diskusi darurat untuk membahas kasusnya, kami menerapkan beberapa metode pengobatan komprehensif seperti Cryosurgery + Intervensi dan Terapi gen Bertarget.
Sebelum Pengobatan,Terlihat jelas Lesi Paru
Melalui Intervensi, obat anti-kanker secara tepat akan langsung bergerak menuju pusat tumor di paru-paru, sehingga dapat menghindari kerusakan pada organ lain. Selain itu dapat meningkatkan konsentrasi obat di pusat tumor, metode ini juga dapat memperkuat efektifitas pengobatan, ini adalah perbedaan antara Intevensi dengan kemoterapi sistemik. Kami juga menerapkan metode Cryosurgery pada pasien. Pertama-tama dengan bantuan alat pencitraan akan ditentukan lokasi dan posisi tumor pada pasien, selanjutnya jarum suntik khusus akan disuntikkan langsung ke pusat tumor untuk menyalurkan gas Argon dan Helium. Ketika gas Argon disalurkan, suhu jaringan tumor akan mencapai -120°C dan membentuk bola es, selanjutnya gas Helium akan disalurkan untuk meningkatkan suhu hingga 40°C. Gas Argon dan Helium akan disalurkan secara bergantian dan dengan perbedaan suhu secara tiba-tiba akan dapat menghancurkan jaringan tumor dan membunuh sel-sel kanker. Selain itu, kombinasi Terapi Gen Berterget dengan pengobatan gabungan Barat dan Timur dapat membunuh sel tumor serta meningkatkan sistem imunitas pasien.
Namun, dalam pengobatan kita pasti akan menemui masalah. Pada saat itu, suasana hati Bunchuan Chaemdi sangat down, ia mengalami depresi dan hampir kehilangan kepercayaan dirinya. Hal ini dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan efektifitas pengobatannya. Untuk itu kami mulai menjalani mekanisme psikoterapi dengan mengundang psikiater senior untuk memberikan konseling psikologi pada pasien. Menunggu kondisinya membaik, baru setelah itu kami melanjutkan pengobatannya.
Setelah Pengobatan, Lesi Paru Hampir Tidak Terlihat
Fakta telah membuktikan bahwa efek pengobatan sangat signifikan, kami segera melakukan CT scan dan menemukan bahwa lesi tumor di livernya benar-benar hilang. Dan di paru-paru hanya tersisa lesi residual, penyakitnya dapat dikendalikan dengan baik. Saat ini kondisi psikis Bunchuan Chaemdi juga menunjukkan adanya perubahan positif, beberapa waktu lalu ia juga sempat memasok sayuran hasil panennya ke supermarket. Ia tersenyum sambil mengatakan, “Prof. Peng, tidak pernah terpikir oleh saya sebelumnya dapat memiliki hari-hari seperti ini, dulu saya berpikir bahwa hidup saya benar-benar akan berakhir. Tapi sekarang saya hanya ingin bergegas pulang untuk melihat sayuran yang saya tanam.” Ia juga selalu menyarankan pasien lain, ketika sakit kita harus kooperatif dengan pengobatan medis, semua pasti ada sisi positifnya.